EphyNahdi

EphyNahdi

Jumat, 21 Oktober 2011

ETIKA / ETIKET Di Indonesia

·        Etika dan etiket

Etika berarti moral sedangkan etiket berarti sopan santun. Dalam bahasa Inggeris dikenal sebagai ethics dan etiquette. Antara etika dengan etiket terdapat persamaan yaitu:
v  etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah tersebut dipakai mengenai manusia tidak mengenai binatang karena binatang tidak mengenal etika maupun etiket.
v  Kedua-duanya mengatur perilaku manusia secara normatif artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yag harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilkukan. Justru karena sifatnya normatif maka kedua istilah tersebut sering dicampuradukkan.

Adapun perbedaan antara etika dengan etiket ialah:
v  etiket menyangkut cara melakukan perbuatan manusia. Etiket menunjukkan carayang tepat artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam sebuah kalangan tertentu. Misalnya dalam makan, etiketnya ialah orang tua didahulukan mengambil nasi, kalau sudah selesai tidak boleh mencuci tangan terlebih dahulu. Di Indonesia menyerahkan sesuatu harus dengan tangan kanan. Bila dilanggar dianggap melanggar etiket.
v  Etika tidak terbatas pada cara melakukan sebuah perbuatan, etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah apakah sebuah perbuatan boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
v  Etiket hanya berlaku untuk pergaulan. Bila tidak ada orang lain atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misalnya etiket tentang cara makan. Makan sambil menaruh kaki di atas meja dianggap melanggar etiket dila dilakukan bersama-sama orang lain. Bila dilakukan sendiri maka hal tersebut tidak melanggar etiket. Etika selalu berlaku walaupun tidak ada orang lain. Barang yang dipinjam harus dikembalikan walaupun pemiliknya sudah lupa.

Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam sebuah kebudayaan, dapat saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Contohnya makan dengan tangan, bersenggak sesudah makan. Etika jauh lebih absolut. Perintah seperti “jangan berbohong”, “jangan mencuri” merupakan prinsip etika yang tidak dapat ditawar-tawar. Etiket hanya memadang manusia dari segi lahirian saja sedangkan etika memandang manusia dari segi dalam. Penipu misalnya tutur katanya lembut, memegang etiket namun menipu. Orang dapat memegang etiket namun munafik sebaliknya seseorang yang berpegang pada etika tidak mungkin munafik karena seandainya dia munafik maka dia tidak bersikap etis. Orang yang bersikap etis adalah orang yang sungguh-sungguh baik.


            Namun di Indonesia etika yang berlaku masih kurang di hargai. J.Kristiandi-pengamat politik pada suatu dialog di TV-One kemarin mengatakan bahwa sebaiknya orang tidak melulu hanya terpaku pada ranah aturan hukum tetapi juga pada etika. SBY juga seringkali berbicara tentang etika dan hukum, dimana setiap kali ada pelanggaran maka SBY bicara tentang hukum & kalau ada “ketidak-nyamanan dirinya” maka bicara tentang etika politik. Petinggi Partai Demokrat (PD) juga selalu minta bukti-2 dari Nazaruddin atas nyanyian si Nazar, bahkan si Nazar diadukan ke polisi oleh Anas karena telah mencemarkan nama baiknya. Chandra M.Hamzah juga minta bukti-2 bahwa ybs terima suap,dan lain-lain. Kalau tidak ada bukti jangan bicara sembarangan, sebab akan dituduh memfitnah atau mencemarkan nama baik,begitulah kira-2 hukum yang berlaku di Indonesia saat ini. Padahal ada satu kata yang jauh lebih tinggi nilainya katimbang bukti, yaitu ETIKA. Hukum di Indonesia telah menjadi panglima,tetapi dilakukan oleh orang-2 yang tidak ber-etika….

Jadi, Pak SBY harus stop bicara tentang etika politik,sebab percuma saja bicara kalau ternyata ETIKA tidak menjadi panglima dari penegakan hukum di Indonesia. Rumusan J.Kristiandi tentang etika sangat gamblang,yaitu kalau sampai orang lain menjadi sangat ragu-2 atas tuduhan-2 yang dilontarkan,maka boleh dikatakan orang yang menerima tuduhan tersebut disebut “bersih” . Kenyataannya,sekarang ini dari berbagai hasil polling atau jajak pendapat menyatakan rakyat sangat yakin para politikus dan birokrat kita yang terlibat dalam berbagai kasus tersebut diatas “ada keyakinan terlibat” ,terus apa bisa masih dikatakan ber-etika? Karena salah satu syarat orang bisa etis kalau dirinya juga bersih diri.
Tidak heran kalau politik dan hukum negeri ini amburadul karena ternyata tidak mengedepankan ETIKA.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar